Indonesia tengah dihadang krisis energi listrik yang diakibatkan oleh supply batu bara yang seharusnya diberikan secara prioritas kepada PLN dalam bentuk domestic market obligation atau DMO, tidak dipenuhi oleh para perusahaan pertambangan nasional.
Sebagai buntut panjang dari tidak terpenuhinya supply tersebut, sistem kelistrikan di Jawa dan Bali, dengan total pengguna mencapai 10 juta, terancam terganggu. Kemudian, dengan langkah yang cepat dan juga mengejutkan, pemerintah, melalui Presiden Jokowi, mengumumkan akan mengadakan larangan ekspor batubara antara periode tanggal 1 January sd 31 January 2022.
Krisis energi seperti ini, terutama dengan supply chain yang panjang, tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga di negara maju, seperti di Eropa, di mana terjadi kekurangan gas bumi, yang menyebabkan harga-harga produksi meningkat drastis.
Krisis energi ini juga sebagian disebabkan oleh pengaruh pandemi Covid-19 yang belum juga usai, dan menyebabkan meningkatnya permintaan batu bara asal Indonesia di pasar global dengan harga yang lebih tinggi daripada yang dipatok oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor batubara, menurut pandangan kami hanyalah solusi singkat, di mana insentif sebagai pengekspor sangat besar, dengan harga yang lebih tinggi, dan tentu marjin keuntungan yang lebih baik juga.
Di Indonesia, kita memang diberkahi oleh sumber daya alam yang berlimpah, namun, di tengah krisis energi global seperti sekarang ini, penting bagi negara Indonesia untuk terus berpacu mengembangkan alternatif energi terbarukan, seperti panel surya, hidro, tenaga angin dan panas bumi.
Memang, dalam beberapa tahun terakhir pengembangan tenaga-tenaga tersebut sudah memiliki payung hukum, dan sudah mulai ada IPP yang mengambil manfaat dengan mendirikan pembangkit energi terbarukan (EBT), tapi hal ini masih jauh dari target yang harus kita capai untuk mencapai bauran energi terbarukan 23% pada 2030, sesuai komitment Indonesia pada konferensi iklim Glasgow.
Ke depannya, pendanaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga fosil, seperti batu bara akan menjadi makin sulit, karena beberapa negara investor besar seperti Korea Selatan dan Jepang, sudah mengumumkan akan menghentikan investasi mereka ke pembangkit fosil ke negara-negara berkembang, salah satunya ke Indonesia.
Sebagian besar dari misi kami mendirikan Lumina, adalah memudahkan masyarakat dan para pelaku usaha di Indonesia, terutama pengusaha kecil untuk bisa merdeka secara energi, dan tidak lagi terbebani oleh krisis-krisis energi di saat-saat mendatang, dan juga terbebas dari inflasi energi di kemudian hari.
Krisis energi merupakan momentum perubahan yang perlu dicatat, untuk membawa kita ke arah energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, dan bebas krisis.